Selama ini, sebagian besar dari kita hanya mengenal Monumen Proklamator yang
berdiri di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat, lokasi bekas
rumah Bung Karno. Kita hampir-hampir tidak mengenal nama Museum Naskah
Proklamasi, tempat perumusan naskah proklamasi Kemerdekaan RI sebelum
dibacakan di rumah Bung Karno pada pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945. Sebuah
rantai historis perjalanan proklamasi dan potret perjuangan masa-masa menjelang
kemerdekaan.
Museum Naskah Proklamasi. Terletak di Myakodori Nomor 1
(sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1) Jakarta Pusat, berada di sebelah barat
Gereja Ayam Taman Surapati, tidak jauh dari Gedung Bappenas.
Pada mulanya, gedung museum ini merupakan rumah yang digunakan
konsul Inggris. Rumah ini dirancang supaya tampak representatif sepanjang zaman.
Rumah rancangan arsitek Blakenberg ini berkarakter anggun dan sedikit reserved dengan gaya Art Deco. Rumah
dengan luas bangunan 1.138 meter persegi ini berdiri di atas lahan seluas 3.914
meter persegi. Dibangun pada
pertengahan 1920-an oleh asuransi Nillmij. Ketika pecah Perang Pasifik, gedung ini dipakai oleh British Consul General sampai Jepang datang menduduki Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini menjadi tempat kediaman
Laksamana Muda Tadashi Maeda, Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dan
Angkatan Darat Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, gedung ini
tetap menjadi tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda sampai Sekutu
mendarat di Indonesia, September 1945. Rumah ini dianggap aman dari gangguan
sewenang-wenang Angkatan Darat Jepang (Rikugun).
Lalu di mana kandungan nilai historis bangunan ini dalam kisah perjuangan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia? Ceritanya begini, bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari, Tadashi Maeda meminjamkan
ruang makan rumah ini kepada para pejuang Republik untuk bermusyawarah merumuskan
naskah atau teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Musyawarah perumusan naskah
proklamasi itu dilakukan oleh pemimpin Indonesia (Soekarno,
Moh. Hatta, dan Achmad Subardjo),
yang disaksikan oleh
kalangan tokoh pemuda (Sukarni,
Soediro dan B.M. Diah). Soekarno sendiri yang menuliskan naskah atau teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia di atas sehelai kertas. Sedangkan Bung Hatta dan Mr. Achmad Subardjo
merumuskan secara lisan.
Setelah selesai, mereka menuju serambi depan. Di situ telah hadir 25 orang tokoh perjuangan kemerdekaan. Di antaranya
adalah Mr. Johannes Latoeharhary, Ki Bagoes Hadji
Hadikoesoemo, Mr. Teukoe Moehammad Hasan, Ki Hadjar Dewantara, R. Otto Iskandardinata, Dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat, Mr. Soetardjo Kartohadikusumo, Prof. Dr. Mr. R. Soepomo, R.
Soekardjo Wirjopranoto, Dr. G.S.S.J. Ratulangi, B.M. Diah, Sukarni, Chaerul
Saleh, Sayuti Melik, Anang Abdoel Hamidhan, Andi Pangerang, Andi Sultan Daeng
Radja dan Semaun Bakry.
Pada pukul 04.00, secara lisan Soekarno membacakan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah disetujui, naskah diketik oleh Sayuti
Melik. Enam jam kemudian, pukul 10.00 WIB, bertempat di rumah Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Soekarno membacakan naskah Proklamasi
Kemerdekaan RI yang diiringi dengan pengibaran bendera Merah-Putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar