Ajip Rosidi merupakan satu dari sedikit
sastrawan besar yang dimiliki Indonesia. Hebatnya, meski tidak lulus SMA
apalagi kuliah dan tidak punya gelar doktor, Ajip adalah seorang Gurubesar Luar
Biasa di Universitas Osaka Tenri Daigaku, dan Universitas Kyoto Sangyo Daigaku,
Jepang. Ia juga adalah Visiting Professor pada Osaka Gaikokugo Daigaku
(Universitas Bahasa Asing). Selama 22 tahun Ajip berkarir sebagai dosen dan
menetap di Jepang. Namun, dia tetap rajin menulis dalam bahasa Sunda. Setelah
pensiun dia memilih pulang ke Tanah Air dan meneruskan kiprahnya sebagai
sastrawan.
Sebuah
bakat yang ditekuni secara luar biasa akan berhasil dengan luar biasa pula.
Itulah gambaran nyata pada sosok Ajip Rosidi, sastrawan tiga zaman, yang
memulai karir menulisnya sejak usia 12 tahun.
Saat
itu, ia masih duduk di bangku kelas VI Sekolah Rakyat (SR).
Tulisan-tulisan Ajip kerap dimuat dalam ruang anak-anak di harian kenamaan
ketika itu, Indonesia Raya. Ajip
mulai serius menulis saat berumur 14 tahun, saat dia duduk di bangku SMP. Dia
rajin mengirimkan tulisan-tulisannya berupa cerita dan puisi, serta dimuat di
koran-koran dan majalah sejak tahun 1952.
Jika
dihitung-hitung, Ajip yang kini sudah mencapai usia 77 tahun, telah menjalani
karirnya sebagai seorang sastrawan selama lebih dari 60 tahun. Sepanjang masa
itu, telah ratusan buku dan karya tulis lainnya berupa kumpulan cerpen,
kumpulan puisi, roman, drama, penulisan kembali cerita rakyat, cerita wayang,
bacaan anak-anak, kumpulan humor, esai dan kritik, polemik, memoar, bunga
rampai, buku terjemahan dan biografi.
Buku-buku tersebut ada
yang dalam bahasa Sunda, ada juga yang berbahasa Indonesia. Koran dan majalah pun telah
lahir dari pemikirannya.
(Selanjutnya, simak pada edisi cetak No.03/II/2015 [Maret-April]. Dapatkan di Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Books & Beyond, Koperasi Mahasiswa, dll).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar