Desember 2014, Festival Film
Indonesia (FFI) ke-36 digelar di Palembang, Sumatera Selatan. FFI 2014
mengambil tema “Bangga Film Indonesia”.
Tema ini dipilih karena dinilai mampu mewakili semangat perubahan menuju iklim
perfilman nasional yang lebih baik.
Tak salah, karena film-film nasional
kita memang sudah patut menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Paling tidak,
dari total keseluruhan film peserta FFI 2014 yang mencapai 386 judul,
memperlihatkan performa itu. Dari jumlah itu, terbagi dalam lima kategori,
yaitu Film Bioskop sebanyak 50 judul, Film Televisi 81 judul, Film Pendek 138
judul, Film Animasi 32 judul, Film Dokumenter 85 judul.
Terlebih, pemenang untuk kategori film
bioskop, yakni “Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku“, juga sangat mengesankan, inspiratif dan edukatif. Film ini diangkat
dari kisah nyata, bahwa di awal tahun 2000, Sani Tawainela, mantan pemain sepak
bola Tim Nasional (Timnas) U-15 di Piala Pelajar Asia 1996 asal Maluku yang
gagal menjadi pemain profesional, mengalami guncangan besar dalam hidupnya. Dia
sangat prihatin menyaksikan tertembaknya seorang anak dalam kobaran konflik
bersaudara di Ambon.
Dari situ, Sani yang telah kembali
ke negeri kelahirannya, Tulehu, tidak jauh dari pusat kota Ambon, dan
sehari-hari menyambung hidup sebagai tukang ojek, ingin berbuat sesuatu untuk melerai
konflik sesuai kemampuannya. Dia mengadakan latihan sepak bola untuk
mengalihkan perhatian anak-anak dari konflik. Dia mengajak Rafi Lestaluhu,
mantan pemain sepak bola profesional lainnya yang pulang kampung akibat cidera.
Mereka lalu membentuk sekolah sepak bola sederhana.
Di tengah situasi konflik yang kacau
dan keterbatasan ekonomi yang dihadapi, Sani terus berusaha melatih anak-anak
binaannya. Tahun 2006, kondisi Maluku mulai kondusif, sekolah sepak bola yang
dirintis Sani dan Rafi terus berjalan, dan anak-anak binaan mereka mulai tumbuh
menjadi pemain sepak bola muda berbakat. Suatu saat Sani dan Rafi mengalami
pecah kongsi. Rafi mengklaim bahwa sekolah sepak bola itu adalah miliknya. Sani
pun marah, lalu mengundurkan diri.
Dalam suatu kompetisi antar-kampung,
Tim Sani berhadapan dengan Tim Rafi di babak final. Tim Rafi jadi juara. Tapi, Sani
yang justru terpilih untuk melatih kesebelasan Maluku. Setelah melewati berbagai
masalah, tim berangkat mengikuti kompetisi nasional di Jakarta. Tim Maluku yang
terdiri dari anak-anak yang berbeda agama itu, akhirnya menjuarai Kejuaraan
Nasional U-15.
(Selanjutnya, simak pada edisi cetak No.03/II/2015 [Maret]. Dapatkan di Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Book & Beyond, Koperasi Mahasiswa, dll).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar