Majalah "Prestasi Anak Nusantara"

Senin, 23 Juni 2014

Membangun Budaya Anti Korupsi Lewat Game


Dia adalah pembuat aplikasi game dan soft­ware mobile termuda di dunia. Dia juga peraih APICTA Award termuda (12 tahun) yang terinspirasi membuat game anti-korupsi dari maraknya tindak korupsi oleh para pejabat dan penyelenggara negara.

Perilaku buruk para pejabat negara yang korup menginspirasi  remaja SMP berusia 13 tahun, juara Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) termuda sekaligus pembuat aplikasi game dan software mobile termuda di dunia. Dia ada­lah Fahma Waluya Rosmansyah, pelajar kelas 2 SMP di “Kota Kembang” Bandung. Dia menciptakan wahana permainan tentang usaha memberantas korupsi yang dia beri nama Raid The Rats atau memberantas tikus.

Tokoh sentral dalam permainan ini adalah seekor burung bernama Garuda, sesuai dengan lambang negara kita, yang berusaha memerangi tikus-tikus. Garuda memainkan peran protagonis. Ia membawa bambu, yang ditembakkan ke arah tikus layaknya menembak menggunakan meriam. Garuda harus menghalangi tikus-tikus yang berada di sisi kanan layar dan berjalan untuk mencapai ke sisi kiri layar. Selain jumlahnya yang semakin banyak, semakin lama pergerakan tikus makin cepat dan lincah.

Pada dua level pertama, permainan tidak mengharuskan pemain untuk menggerakkan tokoh Garuda, tetapi cukup menembak tikus. Pada level ke-3, kecepatan berlari tikus kembali normal, tetapi tikus-tikus membawa karung uang yang dilemparkan ke arah Garuda sebagai senjata. Karena itu pemain harus dapat menggerakkan Garuda guna menghindari lemparan karung uang dari tikus. Apalagi, semakin lama hujan karung uang semakin deras.

Game buah kreativitas dan inovasi pelajar pembuat aplikasi Nokia termuda di dunia ini cukup mudah untuk dimainkan oleh para pengguna android dan ipad. Hanya saja, untuk memainkan game karya Fahma ini, pemain harus dapat menggunakan kontrol kendali yang sedikit lebih rumit karena melibatkan dua tangan sekaligus, yakni jari tangan kanan digunakan untuk mengarahkan tembakan dan jari tangan kiri untuk menggerakkan boneka karakter Garuda.

Raid the Rats cukup menyita perhatian publik dan menjadi pusat pembicaraan karena dibuat oleh Fahma yang saat itu masih berusia 13 tahun. Bahkan, ketua KPK Abraham Samad, sangat mengapresiasi game karya Fahma ini. Dia menjadikannya sebagai wahana untuk menanamkan sikap kejujuran dan anti korupsi di kalangan pelajar. “Sejak semula, game ini dibuat Fahma dengan semangat pemberantasan korupsi,” kata Abraham seusai bertemu Fahma dan memainkan game ini dari ponselnya.

Fahma membutuhkan waktu sekitar sebulan untuk mengerjakan seluruh bagian dalam permainan bertema anti korupsi tersebut. Latar belakang permainan mulai dari tingkat pertama hingga ketiga tidak mengalami perubahan yakni sebuah sofa yang tidak dijelaskan maksud dan konteksnya dengan permainan. Keterbatasan segi visual terjadi karena hampir seluruh bagian dikerjakan sendiri oleh Fahma.


MIMPI

Fahma Waluya yang lahir di Bandung pada 27 Mei 1998, adalah pembuat aplikasi game dan software programmer termuda di dunia. Ketertarikannya pada bidang software berawal dari mimpinya menjadi seorang animator dan programmer.  “Setiap saya nonton animasi atau main game saya bermimpi kalau saya yang buat. Lalu saya bilang ke ibu saya, kalau saya bisa buat animasi atau aplikasi sendiri,” katanya dengan penuh percaya diri.

Sejak itu, Fahma yang kala itu baru duduk di bangku SD kelas IV, mulai rajin mengutak-atik komputer. Untuk mening­katkan kreatifitasnya, ayahnya Yusef Rosmansyah dan ibunya Yusi Elsiano rajin membelikan buku-buku tentang aplikasi prog­ram komputer. “Saya belajar Power Point sampai mentok sebelum belajar Adobe Flash untuk animasi,” kata Fahma. Dia juga mengaku memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan mempelajari bahasa pemrograman C++.

Sejak itu, “aktivitas” membuat game rutin dijalani Fahma selama bertahun-tahun. Dia juga melibatkan adiknya Hania Pracika Ros­mansyah yang ketika itu baru berumur tiga tahun untuk menjadi duber atau pengisi suara. “Ternyata membuat aplikasi game sangat seru, sama asyiknya dengan ketika bermain game di komputer atau di handphone,” ujarnya.

Saat adiknya Hania baru berumur tiga tahun dan mulai belajar mengenali huruf, Fahma membuatkan aplikasi sederhana di ponsel milik ibunya yang memungkinkan adiknya itu mengenali huruf, warna, dan angka. “Karena adik saya suka banget main­main dengan ponsel ibu,” kata Fahma. Aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Adobe Flash Lite tersebut ia beri judul “My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s Tutor” (Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku). Selain itu, dia juga membuatkan aplikasi lainnya seperti Enrich (English for Children), memungkinkan seorang anak mempelajari bahasa Inggris dengan mudah lewat ponsel. Fahma meng­ambil tokoh “kodok” berkulit hijau untuk aplikasi ini.

Hingga saat ini, telah puluhan software dihasilkan oleh Fahma. Sebagian besar merupakan software untuk ponsel seperti Bahana (Belajar Huruf Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English for Children), Mantap (Matematika untuk Anak Pintar), dan Doa Anak Muslim (Prayers for Children). Pada aplikasi Enrich, selain binatang (animals), Fahma juga melengkapinya dengan buah-buahan (fruits), sayuran (vegetables), furnitur (furniture), dan our body (tubuh manusia). Semuanya bisa diterjemahkan secara ulang alik dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya, lengkap dengan gerak, tulisan, suara, dan iringan musik. Ada pilihan nama binatang dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti sapi untuk cow dan singa untuk lion. Ketika kata cow dimunculkan, dia akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan terdengar suaranya.


TERMUDA

Tahun 2010, saat usianya baru genap 12 tahun, kedua orang tuanya mendukung Fahma dan adiknya Hania untuk mengikuti kontes Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) di Kuala Lumpur, Malaysia. Fahma harus bersaing dengan pelajar SMA dan mahasiswa dalam ajang tersebut. Toh, di ajang inilah kepiawaian Fahma dan adiknya benar-benar teruji. Di hadapan juri dia berhasil mempresentasikan konsep dengan aplikasi gerak buatannya yang terlihat lebih dinamis dan lebih menarik.

Software buatan Fahma dan Hania mengalahkan karya peserta dari negara lain dengan nilai ketat, yakni dengan karya peraih me­rit (runner up) SpringGrass karya Chung Hwa Mid­dle School BSB (Brunei), Auto Temperature Descension Device by Solar Power karya Foon Yew High School (Malaysia), SimuLab karya Pamodh Chanuka Yasawardene (Sri Lanka), dan Destine Strategy karya Rayongwittayakom School (Thailand).

Bahkan, usai diumumkan sebagai pemenang Fahma berani menantang juri. Spontan sa­ja saat itu, juri meminta Fahma dan Hania membuat gajah yang bisa bergerak lengkap dengan suaranya. Permintaan ini bisa diluluskan Fahma dengan merampungkan membuat sebuah game dengan aplikasi software Adobe Flash hanya dalam waktu 5 menit. Prestasi ini mendapat sambutan hangat juri dan peserta Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) saat itu.

Prestasi Fahma dan adiknya Hania sebagai pembuat software termuda memang sangat mengagumkan. Pantas saja jika keduanya juga menyandang juara pertama dalam ajang INA­ICTA (Indonesian Information and Communication Technology Award) 2010, dan juara pertama kategori challenging IWIC (Indosat Wireless Innovation Contest) pada 2010. ***

(Dapatkan Majalah SINARA, Prestasi Anak Nusantara, Edisi Juli-Agustus 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar