Dia adalah pembuat aplikasi game dan software mobile termuda di dunia. Dia juga peraih APICTA Award termuda (12 tahun) yang terinspirasi membuat game anti-korupsi dari maraknya tindak korupsi oleh para pejabat dan penyelenggara negara.
|
Perilaku
buruk para pejabat negara yang korup menginspirasi remaja SMP berusia 13 tahun, juara Asia
Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) termuda
sekaligus pembuat aplikasi game dan software mobile termuda di
dunia. Dia adalah Fahma Waluya Rosmansyah, pelajar kelas 2 SMP di “Kota
Kembang” Bandung. Dia menciptakan wahana permainan tentang usaha memberantas
korupsi yang dia beri nama Raid The Rats atau memberantas tikus.
|
Tokoh sentral
dalam permainan ini adalah seekor burung bernama Garuda, sesuai dengan lambang
negara kita, yang berusaha memerangi tikus-tikus. Garuda memainkan peran protagonis.
Ia membawa bambu, yang ditembakkan ke arah tikus layaknya menembak menggunakan
meriam. Garuda harus menghalangi tikus-tikus yang berada di sisi kanan layar
dan berjalan untuk mencapai ke sisi kiri layar. Selain jumlahnya yang semakin
banyak, semakin lama pergerakan tikus makin cepat dan lincah.
Pada dua
level pertama, permainan tidak mengharuskan pemain untuk menggerakkan tokoh
Garuda, tetapi cukup menembak tikus. Pada level ke-3, kecepatan berlari tikus
kembali normal, tetapi tikus-tikus membawa karung uang yang dilemparkan ke arah
Garuda sebagai senjata. Karena itu pemain harus dapat menggerakkan Garuda guna
menghindari lemparan karung uang dari tikus. Apalagi, semakin lama hujan karung
uang semakin deras.
Game buah kreativitas dan inovasi pelajar
pembuat aplikasi Nokia termuda di dunia ini cukup mudah untuk dimainkan oleh
para pengguna android dan ipad. Hanya saja, untuk memainkan game karya
Fahma ini, pemain harus dapat menggunakan kontrol kendali yang sedikit lebih
rumit karena melibatkan dua tangan sekaligus, yakni jari tangan kanan digunakan
untuk mengarahkan tembakan dan jari tangan kiri untuk menggerakkan boneka
karakter Garuda.
Raid the
Rats cukup menyita
perhatian publik dan menjadi pusat pembicaraan karena dibuat oleh Fahma yang
saat itu masih berusia 13 tahun. Bahkan, ketua KPK Abraham Samad, sangat
mengapresiasi game karya Fahma ini. Dia menjadikannya sebagai wahana
untuk menanamkan sikap kejujuran dan anti korupsi di kalangan pelajar. “Sejak
semula, game ini dibuat Fahma dengan semangat pemberantasan korupsi,”
kata Abraham seusai bertemu Fahma dan memainkan game ini dari ponselnya.
Fahma
membutuhkan waktu sekitar sebulan untuk mengerjakan seluruh bagian dalam
permainan bertema anti korupsi tersebut. Latar belakang permainan mulai dari
tingkat pertama hingga ketiga tidak mengalami perubahan yakni sebuah sofa yang
tidak dijelaskan maksud dan konteksnya dengan permainan. Keterbatasan segi
visual terjadi karena hampir seluruh bagian dikerjakan sendiri oleh Fahma.
MIMPI
Fahma
Waluya yang lahir di Bandung pada 27 Mei 1998, adalah pembuat aplikasi game
dan software programmer termuda di dunia. Ketertarikannya pada bidang software
berawal dari mimpinya menjadi seorang animator dan programmer. “Setiap saya nonton animasi atau main game
saya bermimpi kalau saya yang buat. Lalu saya bilang ke ibu saya, kalau saya
bisa buat animasi atau aplikasi sendiri,” katanya dengan penuh percaya diri.
Sejak
itu, Fahma yang kala itu baru duduk di bangku SD kelas IV, mulai rajin
mengutak-atik komputer. Untuk meningkatkan kreatifitasnya, ayahnya Yusef
Rosmansyah dan ibunya Yusi Elsiano rajin membelikan buku-buku tentang aplikasi
program komputer. “Saya belajar Power Point sampai mentok sebelum
belajar Adobe Flash untuk animasi,” kata Fahma. Dia juga mengaku
memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan mempelajari
bahasa pemrograman C++.
Sejak
itu, “aktivitas” membuat game rutin dijalani Fahma selama
bertahun-tahun. Dia juga melibatkan adiknya Hania Pracika Rosmansyah yang ketika
itu baru berumur tiga tahun untuk menjadi duber atau pengisi suara.
“Ternyata membuat aplikasi game sangat seru, sama asyiknya dengan ketika
bermain game di komputer atau di handphone,” ujarnya.
Saat
adiknya Hania baru berumur tiga tahun dan mulai belajar mengenali huruf, Fahma
membuatkan aplikasi sederhana di ponsel milik ibunya yang memungkinkan adiknya
itu mengenali huruf, warna, dan angka. “Karena adik saya suka banget mainmain
dengan ponsel ibu,” kata Fahma. Aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Adobe
Flash Lite tersebut ia beri judul “My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s
Tutor” (Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku). Selain itu, dia juga membuatkan
aplikasi lainnya seperti Enrich (English for Children),
memungkinkan seorang anak mempelajari bahasa Inggris dengan mudah lewat ponsel.
Fahma mengambil tokoh “kodok” berkulit hijau untuk aplikasi ini.
Hingga
saat ini, telah puluhan software dihasilkan oleh Fahma. Sebagian besar
merupakan software untuk ponsel seperti Bahana (Belajar Huruf
Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English
for Children), Mantap (Matematika untuk Anak Pintar), dan Doa Anak
Muslim (Prayers for Children). Pada aplikasi Enrich, selain binatang
(animals), Fahma juga melengkapinya dengan buah-buahan (fruits),
sayuran (vegetables), furnitur (furniture), dan our body
(tubuh manusia). Semuanya bisa diterjemahkan secara ulang alik dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya, lengkap dengan gerak, tulisan,
suara, dan iringan musik. Ada pilihan nama binatang dalam bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia, seperti sapi untuk cow dan singa untuk lion.
Ketika kata cow dimunculkan, dia akan menerjemahkannya ke
dalam bahasa Indonesia dan terdengar suaranya.
TERMUDA
Tahun
2010, saat usianya baru genap 12 tahun, kedua orang tuanya mendukung Fahma dan
adiknya Hania untuk mengikuti kontes Asia Pacific Information and
Communication Technology Award (APICTA) di Kuala Lumpur, Malaysia. Fahma
harus bersaing dengan pelajar SMA dan mahasiswa dalam ajang tersebut. Toh,
di ajang inilah kepiawaian Fahma dan adiknya benar-benar teruji. Di hadapan
juri dia berhasil mempresentasikan konsep dengan aplikasi gerak buatannya yang
terlihat lebih dinamis dan lebih menarik.
Software buatan Fahma dan Hania mengalahkan karya
peserta dari negara lain dengan nilai ketat, yakni dengan karya peraih merit (runner
up) SpringGrass karya Chung Hwa Middle School BSB (Brunei), Auto
Temperature Descension Device by Solar Power karya Foon Yew High School
(Malaysia), SimuLab karya Pamodh Chanuka Yasawardene (Sri Lanka), dan Destine
Strategy karya Rayongwittayakom School (Thailand).
Bahkan,
usai diumumkan sebagai pemenang Fahma berani menantang juri. Spontan saja saat
itu, juri meminta Fahma dan Hania membuat gajah yang bisa bergerak lengkap dengan
suaranya. Permintaan ini bisa diluluskan Fahma dengan merampungkan membuat sebuah
game dengan aplikasi software Adobe Flash hanya dalam waktu 5
menit. Prestasi ini mendapat sambutan hangat juri dan peserta Asia Pacific
Information and Communication Technology Award (APICTA) saat itu.
Prestasi
Fahma dan adiknya Hania sebagai pembuat software termuda memang sangat
mengagumkan. Pantas saja jika keduanya juga menyandang juara pertama dalam
ajang INAICTA (Indonesian Information and Communication Technology
Award) 2010, dan juara pertama kategori challenging IWIC (Indosat
Wireless Innovation Contest) pada 2010. ***
(Dapatkan Majalah SINARA, Prestasi Anak Nusantara, Edisi
Juli-Agustus 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar