Innalillahi wainnailaihi rajiuun. Kita,
bangsa Indonesia umumnya, baru saja kehilangan salah seorang putri terbaik,
aset generasi muda, Gayatri Wailissa. Gayatri, 19 tahun, “anak ajaib” yang
menguasai belasan bahasa asing ini meninggal dunia Kamis malam 23 Oktober 2014
di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta. Gayatri, yang terakhir mengemban tugas
sebagai Duta ASEAN (mewakili Indonesia) di bidang anak, ini meninggal setelah
dirawat karena pendarahan otak akibat terjatuh saat olah raga jogging di kawasan Taman Suropati,
Menteng, Jakarta Pusat.
Gayatri
lahir di “Kota Manise” Ambon 31 Agustus 1995. Putri dari pasangan seniman
pembuat kaligrafi Deddy Darwis Wailissa dan ibu rumah tangga Nurul Idawaty. Setelah
menamatkan SMP Negeri 2 Ambon, Gayatri melanjutkan ke sekolah unggulan SMA
Siwalima Ambon dan lulus tahun 2013. Kepada teman-teman SMA yang memiliki motto
“Belajar Adalah Hobiku, Kerja Keras Adalah Tekadku, Sukses Adalah Tujuanku”
itu, ia sempat bertutur soal cita-citanya menjadi seorang diplomat, juru bicara
Presiden, atau intelijen negara.
Terlahir
dari keluarga sederhana tidak menjadi penghalang bagi Gayatri untuk merajut
prestasi. Keterbatasan materi keluarga justru melecut semangatnya untuk maju.
Ia terus menggali potensi yang ada dalam dirinya. Dan, terbukti, si genius
Gayatri yang poligot (menguasai banyak bahasa) ini mampu mengukir segudang
prestasi. Di antaranya, semasa SD, “mutiara dari Ambon” ini sudah menjadi Juara
1 Kompetisi Cerita Rakyat 2006. Semasa SMP menjadi Juara 2 Lomba Cerpen
Nasional 2008.
Prestasi
itu kian berderet semasa SMA. Misalnya, Gayatri sukses meraih medali perunggu dalam
Olimpiade Sains Astronomi 2012, Juara Karya Tulis Sastra Nasional 2012, menerima
anugerah Tunas Muda Pemimpin Indonesia 2013 dari Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, dan anugerah Kick Andy Young Hero 2014. Ia pun menjadi
wakil Indonesia dalam Convention on the
Rights of the Child (CRC) tingkat ASEAN di Thailand (2012), dan delegasi
Indonesia dalam konferensi anak Asia-Pasifik 2013 di Nepal. Terutama pada forum
ASEAN tadi, ia didaulat pula untuk menjadi penerjemah. Di situ, ia dijuluki sebagai
“Doktor Cilik”, karena kemampuannya menguasai belasan bahasa asing, seperti
Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Mandarin, Italia, Spanyol, Arab, Korea,
Jepang, India, Rusia, Thailand, Hindi/India, dan Tagalog.
(Selanjutnya, simak pada edisi cetak No.02/I/2014 [November-Desember]. Dapatkan di Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, dll).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar