Dua pancar gas, dua pancar
keliling kota, kota Jakarta.
Dua pancar gas, dua pancar
keliling kota, kota Jakarta.
Begitulah di antara syair lagu yang didendangkan dalam
aksi ceria Tari Yosim-Pancar (Yospan) di kampung-kampung di Papua, khususnya di
daerah Biak-Numfor. Semula, Yospan merupakan tarian sakral yang kemudian bergeser
menjadi tarian pergaulan masyarakat Biak dan Yapen Waropen. Awalnya, tarian ini
terpisah sebagai dua tarian: Tari Yosim dan Tari Pancar. Dalam perkembangannya,
dua tarian ini digabung menjadi satu, Yosim Pancar, yang kemudian populer
menjadi Tari Yospan.
Antropolog Enos Rumansara, dalam penelitiannya yang
berjudul Tari Yosim Pancar dan Pergeseran Nilai Religius Tari Tradisional
Orang Biak, menjelaskan tarian-tarian khas atau yang sakral dari masyarakat
Biak-Numfor mengalami pergeseran-pergeseran nilai, dari tarian religius menjadi
tarian-tarian bersifat kontemporer sesuai perkembangan zaman. Kalau masyarakat
di Sarmi lebih mengenal tarian Lemon Nipis, maka masyarakat Wamena juga punya
Sekise. Lalu masyarakat Suku Dani, Mee dan Nduga, mengenal tarian Tup dan Tem.
Bila disimak, sebenarnya Tari Yospan ini bukan tarian
khas (tradisional) Papua. Namun, lebih sebagai paduan antara gerakan khas Papua
yang berkembang sesuai dengan peradaban zaman. Bahkan, para pengamat budaya
menyebutnya sebagai tarian kontemporer. Alat musiknya pun bermacam-macam. Ada yang
asli Papua, ada pula yang dari luar Papua. Kebanyakan anak-anak muda dari
Biak-Numfor suka membuat gitar, juk dan stand bass dari kayu susu.
Perangkat musik yang digunakan pada Tari Yospan sangat
sederhana. Terdiri dari Ukulele (Juk) dan Gitar yang merupakan alat
musik dari luar Papua. Lalu, ada alat musik stand bass yang berfungsi sebagai
Bas dengan tiga tali. Tali Bas biasa dibuat dari lintingan serat sejenis daun
pandan yang banyak ditemui di hutan-hutan daerah pesisir Papua. Stand bass
ini ada yang berbentuk bulat seperti Gitar tetapi ada pula yang berbentuk
kotak. Pemain Bas dalam Tari Yospan menjadi salah satu daya tarik tersendiri
karena pemain Bas bisa memetiknya dengan menggunakan jari atau juga
mengetok-mengetok pakai tangan atau sendal jepit.
Lantas ada Tifa, alat musik gendang khas tradisional di
daerah pesisir Tanah Papua. Kemudian, sebagai alat perkusi ada labu kering yang
diisi dengan manik-manik atau batu kerikil yang disebut Kalabasa. Alat
ini cukup dimainkan dengan cara menggoyang-goyangkan agar bunyi perkusi menjadi
padu dengan bas.
Gerakan Pancar yang berasal dari Biak biasanya hanya
diiringi Tifa. Sedangkan gerakan Yosim lebih banyak disesuaikan dengan hentakan
Tifa dan Bas. Pemukul Tifa biasa menggerakkan badan sambil mengangkat Tifa ke
udara sembari memegangnya.
(Lebih
lanjut simak di Majalah SINARA edisi cetak No.02/I/2014
November-Desember 2014. Dapatkan di TB Gramedia, TB Gunung Agung, dll.
Customer Service: Riwanto Ch. 081317264116; Yoyok W 081312367689).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar